Minggu, 29 April 2012

Memainkan Ayat, Menirukan Nasrani


Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al-Baqarah/ 2: 62).

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS At-Taubah: 29).

Dua ayat tersebut di atas (QS Al-Baqarah: 62 dan QS At-Taubah: 29) menjadi pembahasan yang saling dikaitkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dalam fasal khusus tentang  tuduhan orang-orang Nasrani bahwa Al-Qur’an menyamakan di antara agama-agama. (Ibnu Taimiyyah, Daqoiqut Tafsir, juz 2, halaman 70).

Ibnu Taimiyah yang hidup pada masa 700 tahun yang lalu (1263-1328M)

Telah membantah tuduhan orang-orang Nasrani yang menganggap Al-Qur’an menyamakan agama-agama. Tuduhan kaum Nasrani 700 tahun yang lalu itu kini anehnya diusung oleh orang-orang yang mengaku dirinya Muslim, dan mengambil alih tuduhan tersebut dengan label baru yaitu teologi pluralis atau pluralisme agama. Lalu oleh tim penulis Paramadina di Jakarta dibuatkan tuntunan praktisnya dalam bentuk buku yang mereka namai Fiqih Lintas Agama.

Yang dijadikan landasan teologi pluralis itu juga yang jadi landasan kaum Nasrani di zaman Imam Ibnu Taimiyah, yaitu Surat Al-Baqarah ayat 62 dan QS Al-Maaidah: 69. Ayat itu di berbagai tempat dibawa-bawa oleh Nurcholish Madjid untuk mempropagandakan teologi pluralisnya, hingga dalam buku FLA itu sendiri pun dijadikan landasan, dengan ungkapan yang sangat mencolok mata, kami kutip dari FLA seperlunya:

Kutipan:

Ayat yang lebih tegas tentang keselamatan agama-agama lain adalah: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS Al-Baqarah/ 2: 62). (FLA, halaman 214).

Di samping itu, ayat tersebut diplintir pula ke arah Majusi, seperti yang dicantumkan dalam FLA halaman 49:

“Al-Qur’an sendiri menyebut kaum Yahudi dan Nasrani sebagai yang jelas-jelas Ahli Kitab. Akan tetapi al-Qur’an juga menyebutkan beberapa kelompok agama lain, yaitu kaum Majusi dan Shabi’in, yang dalam konteksnya mengesankan seperti tergolong Ahli Kitab (lihat, Q. 22: 17; 2:62). (FLA, halaman 49).

Tanggapan:
           
Keselamatan agama-agama lain yang mereka kilahi dengan ayat 62 surat 2 itulah inti teologi pluralis, yang menyamakan semua agama. Lalu ayat 62 surat 2 itu juga diplintir untuk memasukkan Majusi ke Ahli Kitab. Namun sebenarnya pengertian Surat Al-Baqarah ayat 62 itu seperti apa, mari kita simak uraian Imam Ibnu Taimiyah dalam kitab Daqoiqut Tafsir (6 juz) pada juz 2 sebagai berikut:

Fasal mengenai tuduhan orang-orang Nasrani bahwa Al-Qur’an menyamakan di antara agama-agama[1]

Mereka (orang-orang Nasrani) berkata mengenai Surat Al-Maidah,

Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al-Maaidah: 69)[2]; maka dengan perkataan ini telah samalah antara semua manusia Yahudi dan Muslim serta lainnya.

Jawaban untuk itu, hendaklah dikatakan, Pertama,  tidak ada alasan/hujjah bagi kalian dalam ayat ini atas tuntutan kalian bahwa hal itu menyamakan antara kalian (Nasrani) dan antara Yahudi dan Shobi’in. Sedangkan kalian (Nasrani) beserta Muslimin sepakat bahwa orang-orang Yahudi itu adalah kafir terhadap diutusnya Isa Al-Masih kepada mereka lalu mereka membohongkannya. Dan demikian pula orang-orang shobi’un (sabean) dari segi diutusnya rasul kepada mereka lalu mereka membohongkannya, maka mereka kafir.

Kalau di dalam ayat itu (kalian anggap) ada pujian kepada agama kalian yang kalian ada di atas agama itu setelah diutusnya Muhammad saw, maka (berarti) dalam ayat itu ada pujian terhadap agama Yahudi juga, dan ini adalah batil menurut kalian dan menurut Muslimin. Demikian pula (yang harus) dikatakan kepada orang-orang Yahudi apabila beralasan/ berhujjah dengan ayat ini atas sahnya agama mereka.

Dan juga sesungguhnya orang-orang Nasrani mengkafirkan orang-orang Yahudi. Maka kalau agama mereka (Nasrani) benar, wajiblah kekafiran Yahudi, dan kalau batil wajiblah batilnya agama mereka, otomatis batillah salah satu dari dua agama itu, maka tercegahlah ayat itu (dari) memuji kedua agama tersebut, sedangkan ayat itu telah menyamakan antara keduanya.

Sudah diketahui bahwa ayat ini tidak memuji salah satu dari kedua agama itu setelah nasakh dan tabdil (pembatalan/ penghapusan dan penggantian).

Sesungguhnya makna ayat ini hanyalah: Bahwa orang-orang yang beriman kepada Muhammad saw, dan orang-orang Hadu (yang bertobat, Yahudi) yang mengikuti Musa as yaitu mereka yang berada di atas syari’at sebelum dinasakh (dihapus) dan diganti, dan orang-orang Nasrani yang mengikuti Al-Masih as yaitu orang-orang yang berada di atas syari’at sebelum dinasakh (dihapus) dan diganti; dan orang-orang shobi’un (sabean) yaitu shobi’un hunafaa’ (yang cenderung/ mengikuti kebenaran) seperti orang-orang dulu yaitu orang-orang Arab dan lainnya  di atas agama Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq sebelum diganti dan dinasakh (dihapus). Sesungguhnya orang-orang Arab dari anak Isma’il dan lainnya yang menjadi tetangga Baitul ‘Atiq (Ka’bah) yang dibangun Ibrahim dan Isma’il, mereka dulu adalah orang-orang hunafa’ (cenderung/ mengikuti kebenaran) di atas agama Ibrahim sampai pada diubahnya agama Ibrahim itu oleh sebagian pemimpin Bani Khuza’ah yaitu Amru bi Luhai, dan dialah orang pertama yang mengubah agama Ibarahim dengan kemusyrikan dan mengharamkan apa-apa yang tidak diharamkan Allah. Oleh karena itu Nabi saw bersabda:

Saya lihat Amru bin Amir bin Luhai Al-Huza’i menarik ususnya artinya perut besarnya di neraka, dan dialah orang pertama yang membuat saibah-saibah (binatang persembahan berhala tidak boleh untuk membawa beban). (HR Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad). Dan dialah orang yang pertama membuat bahirah (binatang untuk berhala, tidak seorangpun memeras susunya) dan membuat saibah-saibah dan mengubah agama Ibrahim.

Demikian pula Bani Ishaq yang dulu sebelum diutusnya Musa, mereka memegangi agama Ibrahim, mereka termasuk orang-orang yang berbahagia dan terpuji. Maka mereka yang dulu berada di atas agama Musa, Al-Masih, Ibrahim dan semacamnya itulah yang dipuji Allah Ta’ala:  Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al-Baqarah/ 2: 62).

Maka ahli kitab setelah (syari’at agama mereka) dinasakh (dihapus) dan diganti, mereka bukanlah termasuk orang yang beriman kepada Allah dan tidak beriman pula kepada Hari Akhir, dan  beramal shalih.  Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS At-Taubah: 29).[3]

Jihad Melawan Nasrani


Dalam sejarah, Nabi Muhammad saw mengumumkan secara langsung untuk berangkat perang Tabuk untuk menghadapi kekuatan Nasrani Romawi, tahun 9 H. Nabi Muhammad saw biasanya tidak mengumumkan secara luas seperti itu. Namun dalam menghadapi kekuatan Nasrani Romawi, pengumuman pun dikumandangkan. Hingga pasukan Islam yang berangkat ke Tabuk berjumlah 30.000 orang,  sedang para sahabat Nabi saw untuk membekali para pasukan Islam itu sampai ada yang menyerahkan hartanya seluruhnya, yaitu Abu Bakar ra. Utsman bin Affan yang dikenal sebagai orang kaya yang dermawan menyerahkan 900 unta dan seratus kuda serta uang kontan. Mereka yang hanya mampu menyerahkan kurma sekadarnya lantaran hanya itu milik mereka pun mereka serahkan untuk berjihad di jalan Allah melawan Nasrani. Meskipun harta-harta dan kendaraan telah diserahkan oleh para sahabat Nabi saw secara berlomba-lomba untuk meraih kebajikan, namun karena banyaknya jumlah pasukan Islam, maka setiap 18 orang hanya kebagian 1 kendaraan unta. Dan itupun di antara rombongan itu dalam perjalanan terpaksa menyembelih unta mereka untuk diambil airnya untuk diminum dan dagingnya untuk dimakan. Bahkan kadang mereka hanya makan daun. Saat itu panas terik.

Selain jumlah 30.000 pasukan Islam itu masih ada orang-orang Islam yang menangis tidak bisa ikut  memerangi Nasrani Romawi karena tidak punya bekal. Maka Allah menurunkan ayat, menjelaskan keadaan mereka:

Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu", lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (QS At-Taubah: 92).

Melihat jumlah besar tentara Islam itu maka pasukan Romawi kocar-kacir, dan tidak terjadi peperangan, sedang sebagian pemimpin kabilah di bawah Romawi pilih mengadakan perjanjian dengan Nabi Muhammad saw dengan membayar jizyah. (Lihat Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakafuri, Ar-Rahiqul Makhtum, bab Perang Tabuk).

Ayat-ayat Al-Qur’an dan pelaksanaannya di zaman Nabi Muhammad saw sejelas itu, dalam kaitannya dengan Ahli Kitab, bahkan tidak ikut berperang melawan Nasrani Romawi adalah berdosa. Lha kok sekarang ada orang-orang yang justru sebaliknya, mengusung faham Nasrani, menyamakan Nasrani dengan Islam, menafikan kekafiran Nasrani dan kafirin lainnya, membolehkan Nasrani menikahi muslimah dan waris mewarisi dengan Muslim, membolehkan mendatangi upacara-upacara ibadah Nasrani dan lain-lain. Kalau itu yang bersuara masih beragama Nasrani sebagaimana di masa Imam Ibnu Taimiyah maka masih bisa dimaklumi secara perasaan, karena memang secara hawa nafsu perlu membela diri, walau sudah jelas-jelas salah.  Lha ini sekarang yang menyuara model Nasrani tu justru orang-orang yang mengaku dirinya Muslim bahkan berlabel cendekiawan Muslim. Ini lakon apa? Dalam bahasa Arabnya adalah Dajjal, yaitu pendusta. Telah mendustakan ayat-ayat Allah swt, masih pula mempropagandakan kedustaannya dengan biaya dari kafirin. Sekarang saya baru bisa memahami, di tahun 1990-an terbit buku yang menghajar kelompok ini dengan judul Anatomi Budak Kufar tulisan Muhammad Yaqzan di Jakarta yang artinya adalah uraian tentang jaringan dan pemikiran busuk para budak orang kafir. Kakak kelas saya yang dulunya di Fakultas Adab IAIN Jogjakarta itu telah mampu membedah kebusukan pemikiran yang mengantek ke kafirin yang jaringannya Jogjakarta-Jakarta. Adian Husaini menyebut buku itu sebagai buku yang dibaca luas di kalangan harakah, maka sebenarnya kebusukan pemikiran tersebut sudah diketahui celanya oleh sebagian banyak aktivis. Kini justru lebih jelas lagi, karena mereka bukan sekadar melontarkan ucapan-ucapan aneh di sana-sini, namun secara beramai-ramai menulis sebuah buku, FLA, hingga lebih kentara lagi. Tanpa tedeng aling-aling, mereka membuka sendiri bahwa yang membiayai adalah lembaga yang diketauhi umum sebagai lembaga orang kafir.  



[1] Ibnu Taimiyyah, Daqoiqut Tafsir, juz 2, halaman 70
[2] Ayat 69 di Surat Al-Maaidah itu hampir sama dengan ayat 62 di Surat Al-Baqarah: Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al-Baqarah/ 2: 62). Orang Paramadina mencantumkan yang Surat Al-baqarah: 62.
[3] Ibnu Taimiyyah, Daqoiqut Tafsir, juz 2, halaman 70-72.

2 komentar:

  1. mudahnya mengatakan orang lain atau kelompok lain yang tak sejalan dengan pemahaman kita denga sebutan KAFIR..dll. :)

    BalasHapus
  2. andai penulis mengetahui apa itu dajjal, saya sangat meyakini saudara penulis tiak akan berani menuduh siapapun denagn sebutan dajjal. :)

    BalasHapus