Sabtu, 28 April 2012

Masdar dan Zuhairi Diancam Mati, Swaramuslim Mensyukuri


Masdar Farid Mas’udi (50 tahun) dan stafnya, Zuhairi Misrawi, dua sosok nyeleneh yang tergabung dalam tim 9 penulis buku FLA (Fiqih Lintas Agama) pimpinan Nurcholish Madjid (Paramadina) diancam mati oleh Presiden PPMI (Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia) di Mesir. Ancaman mati yang mengakibatkan batalnya acara “Pendidikan Islam Emansipatoris” yang akan Masdar selenggarakan untuk mahasiswa Indonesia di Mesir 7-8 Februari 2004 itu disyukuri orang, di antaranya tersirat dari ungkapan-ungkapan di situs swaramuslim. 

Sebelum acara itu berlangsung, berita pun telah ramai di milis Insist di Malaysia, bahwa Masdar --yang dikenal ingin mengubah waktu pelaksanaan ibadah haji agar ritual pokoknya jangan hanya di bulan Dzulhijjah tapi bisa kapan saja selama 3 bulan itu— telah bertandang ke Mesir untuk menggarap mahasiswa Indonesia.

Seorang kandidat doktor di Mesir melaporkan ke milist Insist 6 Februari 2004 sebagai berikut:

Assalamualaikum,

Terlebih dahulu saya perkenalkan diri: nama saya ; Muchlis M. Hanafi,  saat ini tengah menyelesaikan program doktor di Univ. Al-Azhar Kairo,  jurusan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Alquran. Selama ini saya hanya aktif sebatas  sebagai pembaca di milist ini.

Di tengah kemelut persoalan haji, mulai di tanah air sampai pada tingkat pelaksanaannya di tanah suci, yang tak kunjung usai, khususnya setelah tragedi Mina terbaru (2004) yang menelan korban 244 orang, berbagai ide dilontarkan. Di antara yang menarik untuk dikaji dan didiskusikan, apa yang disampaikan oleh Masdar F Mas’udi, Katib Syuriah PBNU dan Anggota Komisi Fatwa MUI, seputar peninjauan ulang kembali waktu-waktu pelaksanaan ibadah haji, dan ‘dipasarkan’ oleh Ulil Absar Abdalla dalam tulisannya di Media Indonesia, Selasa, 3 Februari 2004 (Tulisan dan wawancara Masdar dapat dilihat di www.islamlib.com, Jawa Pos, Minggu, 18 Januari 2004).

Kesimpulannya, menurut Masdar, selama ini telah terjadi kesalahan dalam  pemahaman menyangkut waktu-waktu pelaksanaan ibadah haji. Puncak ibadah haji yang dilakukan tanggal 8, 9, 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, menurutnya, bertentangan dengan nash sharih dalam Al-Quran, Al-hajju asyhurun ma`lumat (waktu haji adalah beberapa bulan yang sudah maklum, yaitu Syawwal, Dzulqa`dah dan Dzulhijjah, dengan perbedaan apakah Dzulhijjah seluruhnya atau hanya 9 atau 10 hari pertama). Berdasarkan ayat tersebut, ibadah haji dapat dilakukan kapan saja, dalam hari-hari selama tiga bulan tersebut, tanpa terfokus pada hari-hari yang selama ini kita kenal sebagai puncak pelaksanaan ibadah haji. Demikian singkatnya, secara lengkap argumentasinya dapat dibaca di sumber yang kami sebutkan di atas.

Di Mesir, wacana seperti itu bukanlah baru. Beberapa tahun lalu, seorang Jenderal (Purn) Mesir bernama Muhammad Syibl pernah mengutarakan ide tersebut dengan argumentasi yang sama. Likulli saqith laqith (Setiap yang ‘jatuh’ akan ada yang memungut), demikian kata pepatah Arab.

Saat ini Masdar cs (P3M) tengah berada di Kairo dan akan menggelar, yang mereka sebut Pendidikan Islam Emansipatoris. Salah satu materinya ide sensasi dia ttg haji. Pendidikan model P3M ini terbilang baru dalam sejarah mahasiswa Kairo. Bayangkan, tempatnya di hotel Sonesta (bintang lima) dengan segala fasilitasnya, peserta gratis, bahkan diberi ganti transport, dapat modul dan buku-buku yang membawa misi mereka, biaya tiket, honor, akomodasi tutor semua mereka yang tanggung. Yang diminta dari mahasiswa Kairo cuma kuping.

 Resistensi mahasiswa cukup kuat, acara diboikot oleh sebagian besar organisasi mahasiswa yang ada; sebagian karena tidak setuju dengan pemikirannya, sebagian lain karena sosok  koordinator program, Sdr. Zuhairi Misrawi, yang ketika di Kairo pernah mengatakan shalat tidak wajib. Besar kemungkinan acara gagal.  Ini sekadar informasi berita terhangat di Kairo.

Assalamualaikum.

Informasi itupun mendapatkan tanggapan dari para “petinggi” di Inssist, di antaranya Adian Husaini dan Hamid Fahmy Zarkasyi. Adian menginginkan agar Masdar ditanya tentang poligami, karena dirinya berpoligami, padahal tokoh liberal. Sedang Hamid Fahmy Zarkasyi menanggapi:

Kalau di zaman ekonomi mleset seperti ini ada orang yang tidak lagi mempersoalkan dana, untuk hal-hal yang non-profit, sungguh luar biasa jiwa keikhlasannya. Jauh-jauh dari Indonesia ke Cairo untuk menyebarkan suatu gagasan memang ‘langka’ di zaman sekarang ini. Khususnya jika dana itu keluar dari koceknya sendiri.

Pekan berikutnya ternyata di Indonesia pun beredar berita besar bahwa acara Masdar di Mesir itu gagal, bahkan dia dan Zuhairi diancam mati. Berita itu dimuat oleh Majalah Gatra, edisi 14, tgl 20 Februari 2004 sebagai berikut:
  
Gertak Mati Pengawal Akidah

SENYUM renyah tersungging di bibir Masdar Farid Mas'udi saat ia melihat lambaian tangan istrinya yang menjemput di Pintu 1 Kedatangan Internasional Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Selasa malam lalu. Semua beban yang menindih benaknya seakan sirna. Zuhairi Misrawi dan Nur Rofi'ah, yang berjalan mengapit Masdar, juga mengumbar senyum lebar.

 Mereka baru saja terbang selama 19 jam dengan pesawat maskapai penerbangan Emirates Airlines dari Kairo, Mesir. "Lega rasanya kembali menghirup udara kebebasan berpikir di Indonesia," ujar Zuhairi, berbinar-binar. Mereka pantas ceria karena terbebas dari bayang-bayang ancaman maut di "negeri piramida".

Para pengurus Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Jakarta itu merasa jiwanya terancam oleh ucapan Presiden Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir, Limra Zainuddin. Ia antara lain menyatakan: "Saya akan membunuh Bapak atauZuhairi. Kalau bukan Bapak yang mati, atau Zuhairi, maka saya yang mati. Pilihannya mayat saya, mayat Bapak atau Zuhairi. Kalau Bapak masih bersikeras, saya sendiri yang akan membunuh Bapak."

Ancaman itu dikutip dalam catatan kronologi bikinan tim panitia yang beredar di milis para mahasiswa Universitas Al-Azhar, Mesir, akhir pekan lalu. Limra mengucapkannya ketika bertemu Masdar di lobi Hotel Sonesta, Kairo, Jumat sore pekan silam.

Direktur P3M itu berada di sana karena besoknya, ia berencana punya gawe bertajuk "Pendidikan dan Bahtsul Masail Islam Emansipatoris ".Acara ini akan dilangsungkan di hotel bintang lima tersebut, Sabtu hingga Senin pekan lalu.

Kegiatan ini merupakan kerja sama P3M, Kekatiban Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), dan organisasi mahasiswa setempat, "Sanggar Strategi TEROBOSAN". Pesertanya sekitar 75 mahasiswa Indonesia di Mesir yang mewakili sejumlah simpul. Pemikir Mesir, Prof. Dr. Hassan Hanafi dan Dr. Youhanna Qaltah, dijadwalkan menjadi pembicara.

 Sore itu, Limra mendatangi hotel untuk menolak acara tersebut. Setelah menemui manajer hotel, ia bertemu panitia dari unsur mahasiswa Indonesia di Kairo. Limra menyebutkan alasan menolak acara, karena lontaran pemikiran Zuhairi dianggap meresahkan masyarakat.

 "Pernyataan Zuhairi tentang salat tidak wajib. Dan permasalahan muslim menikahi wanita musyrik," kata Limra. "Juga pendapat Masdar tentang haji," Limra menambahkan. Baru beberapa menit Limra berada di lobi hotel, kemudian muncul Masdar bersama beberapa mahasiswa.

Limra menyampaikan tembusan surat keberatan PPMI kepada Masdar. Surat tertanggal 5 Februari 2004 itu meminta Duta Besar RI untuk Mesir meniadakan acara yang akan digelar Zahairi Misrawi selaku Koordinator Program Islam Emansipatoris P3M. Penolakan itu, katanya berdasar aspirasi mahasiswa Indonesia di Mesir.

Ujung surat PPMI itu menyiratkan ancaman. "Bapak sudah bisa membaca apa yang terjadi, bila acara Zuhairi tetap dilaksanakan." Menanggapi persoalan itu, Masdar berusaha mendinginkan susana dengan menawarkan dialog. Limra menolak, dengan alasan hanya buang-buang waktu.

Ia menilai pandangan Masdar tentang pelanggaran waktu haji telah mengungkit akidah. "Itu kan sekadar pemikiran. Anda tidak harus mengikutinya," kata Masdar, berargumentasi. "Pokoknya tidak bisa,” ujar Limra dengan nada tinggi. "Saya sudah capek mengurus persoalan seperti ini, sampai program saya terbengkalai. Sejak Lebaran, saya  sudah marah. Sampai sekarang saya masih marah."

Masdar lalu menantang, "Seandainya acara ini tetap dilaksanakan, apa akibatnya?" Limra menanggapinya dengan melontarkan ancaman akan membunuh Masdar. Dengan tenang, Masdar meledek Limra, "Bisa nggak saya dibikinkan surat ancaman bahwa saya akan dibunuh?" Dan Limra pun berkelit, "Saya hanya bisa lewat lisan, saya banyak pekerjaan."

Masdar kembali melontarkan pertanyaan, "Jadi, sama sekali nggak ada jalan keluar?"  Limra naik pitam. Napasnya terengah-engah. Tangan kanannya mengambil asbak di meja, lalu diacungkan ke muka Masdar. "Apa perlu Bapak saya bunuh sekarang?" Limra membentak.

Para mahasiswa di sekitar Masdar segera menenangkan Limra. Asbak dikembalikan ke tempat. Masdar "diamankan" ke kamar. Limra digandeng ke luar hotel. Pertemuan bubar. Masdar langsung menelepon Duta Besar RI untuk Mesir, Prof. Bachtiar Aly, meminta perlindungan. Kepada GATRA, Bachtiar Aly mengaku terkejut mendengar insiden ini.

 "Setahu saya, acara ini ditunda sampai setelah pemilu. Ternyata jadi dilaksanakan sekarang," kata Bachtiar. Ia menyatakan, Kedutaan Besar RI (KBRI) pernah menyarankan penundaan acara itu, karena ada surat penolakan dari ICMI dan NU Mesir. Anehnya, surat-surat itu tidak menohok Masdar, tetapi Zuhairi, alumni Jurusan Akidah Filsafat Al-Azhar.

Surat ICMI menyebut Zuhairi sebagai sosok yang menimbulkan kontroversi karena pernah menyatakan salat tidak wajib. Surat NU menyatakan bersedia bekerja sama menyelenggarakan acara ini, dengan catatan tidak menampilkan Zuhairi sebagai pembicara. Ia dinilai memiliki resistensi kuat di kalangan mahasiswa Indonesia di Kairo.

PPMI malah secara khusus menulis surat kepada Zuhairi, tertanggal 6 Februari. Isinya mengecam Zuhairi yang dinilai sering mengusik ketenangan umat dalam menjalankan syariat. "Pemikiran dan slogan yang selama ini Saudara usung tidak sesuai dengan kepribadian seseorang yang pernah menuntut ilmu di Al-Azhar," tulis surat itu.

Zuhairi menyangkal pernah mengatakan salat tidak wajib. "Sebagai alumni pesantren dan Al-Azhar, tidak mungkin saya mengatakan salat tidak wajib," katanya. "Saya hanya mengkritik salat yang tidak memiliki efek sosial bagi perbaikan masyarakat. Salat jalan, tapi korupsi juga jalan," salah satu penulis buku Fiqih Lintas Agama ini menambahkan.

Seingat Zuhairi, tudingan itu bukan hal baru. Tahun 1999, saat masih kuliah di Al-Azhar, Zuhairi pernah sampai menandatangani surat pernyataan bahwa ia tak pernah menyatakan salat itu tidak wajib.

 Pengagum Hassan Hanafi ini lalu mempertanyakan klaim bahwa resistensi atas dirinya amat kuat. "Pada acara ini saya buktikan bisa mendapat dukungan 200-an mahasiswa. Janganlah memanipulasi slogan-slogan kosong," katanya.

 Kalau yang dibidik Zuhairi, mengapa Masdar yang kena damprat? "Masdar lagi apes saja," kata Bachtiar Aly. "Sebenarnya mereka mencari Zuhairi. Ternyata di hotel mereka ketemunya dengan Masdar, ditumpahkanlah segala emosi pada Masdar," Bachtiar menjelaskan.

 Insiden ini berakibat dibatalkannya acara itu. State Security, lembaga keamanan negara Mesir, menghubungi manajer hotel. Pihak hotel kemudian mengontak KBRI, mengabarkan tentang pembatalan acara tersebut. Menurut Masdar, karena KBRI tak bisa memberi jaminan, maka hotel pun angkat tangan. "Saya memang kecewa, tapi saya bisa mengerti," kata Masdar.

 Namun yang membuat Masdar masygul, ia dipersulit ketika bersilaturahmi ke kantor NU Mesir. Ketika Katib Syuriyah ini baru berbicara santai selama lima menit di kantor NU Mesir, tiba-tiba ada telepon dari State Security, minta Masdar membubarkan pertemuan. "Ini gimana, saya ketemu warga sendiri saja tidak bisa," katanya.

 Pembatalan acara itu, menurut Kepala Bidang Penerangan KBRI, Teuku Darmawan, sepenuhnya merupakan kebijakan State Security. KBRI di Mesir tidak ikut-ikutan. "Kami tahu ada pembatalan setelah mendapat info dari Hotel Sonesta yang mendapat teguran dari State Security ," kata Darmawan.

 Atase Pertahanan KBRI, Kolonel Yohastihar, menjelaskan bahwa kegiatan orang asing di Kairo harus ada clearence dari State Security. Untuk salat id saja, KBRI juga memberitahukan ke State Security. "KBRI tidak punya wewenang membubarkan acara. Kalau State Security yang melakukan, KBRI tidak bisa intervensi," tutur Yohastihar.

 Pembatalan acara ternyata tak membuat ancaman mati Presiden PPMI berhenti. Limra melebarkan ancamannya kepada para mahasiswa yang menjadi saksi dan penyusun kronologi versi P3M. Kepulangan Masdar, Zuhairi, dan Rofi'ah hanya menenangkan diri mereka. Sementara beberapa mahasiswa di Kairo masih dalam bayang-bayang ketakutan.

 Saat dihubungi GATRA, Selasa malam lalu, Limra menolak berkomentar. Untuk meredakan ekses lebih lanjut, Selasa siang lalu Duta Besar Bachtiar Aly mempertemukan pengurus PPMI dan Panitia P3M. Bachtiar menginginkan adanya islah, dan ketegangan bisa mereda. PPMI memberi surat berisi dua tuntutan pada panitia. Pertama, melengkapi kronologi. Kedua, minta maaf.

 PPMI mematok tenggat sampai Rabu pekan ini pukul 10 malam. Bila tidak terpenuhi, Presiden PPMI akan mengundurkan diri. Panitia Pengarah Acara P3M, Mas Guntur Romli, siap memenuhi tuntutan itu. "Dari segi substansi, Limra tidak menyangkal adanya ancaman bunuh," kata Guntur. Sehingga, kalaupun kronologi dilengkapi, tidak akan mengubah isi. Tampaknya, perjalanan menuju titik temu kian dekat. (Gatra)[1].

Berita disertai gambar-gambar Masdar, Dubes RI di Mesir, lokasi di Mesir, dan Bandara Cengkareng Jakarta itu dikutip full oleh situs swaramuslim lalu diberi komentar:
      Beritahu teman artikel ini!!

Lalu situs swaramuslim itu menampilkan komentar-komentar dari pembaca, di antaranya:

Archive Komentar:
Membersihkan Ummat Islam Dari Kaum Munafik Memang Paling Berat

            Dalam Surat Al-Baqarah, Allah menyebut ada 3 jenis manusia: mu'min, kafir  dan munafik. Kaum Mu'min disebut 4x dalam surah itu, kafirin 2x disebut, sedangkan Munafikin disebut sampai 13x .... luar biasa! Tentu ada maksud di balik semua pemberitaan itu. Bahkan, begitu khususnya masalah keberadaan  kaum munafik itu dalam perjuanagan Islam, sampai-sampai Allah buatkan   sebuah surat tersendiri dalam Al-Qur'an yang disebut sebagai Surat  Al-Munafikun. Ayat-ayat dalam surat ke 63 itu mengupas habis ciri, sifat, sepak terjang dan keberadaan kaum munafikin itu.

Di zaman Rasulullah masih hidup, ketika Islam akan beliau kembangkan lebih  luas dengan jihaad melalui peperangan, maka kelompok yang beliau bersihkan lebih dulu dalam tubuh umat Islam, adalah kaum munafik ini. Ummat Islam memang kesulitan menghadapi kaum menafik itu, jauh lebih mudah menghadapi kaum kafir yang sudah jelas identitasnya, sementara mereka ini mulutnya mengaku beriman tapi hatinya menolak Nur Ilahi.

 Tapi kita tidak bisa begitu saja menuding seseorang munafik, hanya berdasarkan ciri-cirinya saja, sebab kemunafikan ini menyangkut tentang isi hati manusia yang menjadi rahasia Allah. Bagi ummat Islam yang imannya pas-pasan, sulit mendeteksi keberadaan mereka, hanya hamba-hamba Allah yang bersih saja yang memiliki kemampuan untuk membaca firasat isi hati manusia munafik ini. Maka, waspadalah... wasapadalah…, kalau tanda-tanda kemunafikan itu ada di sekitar kita, atau bisa jadi ada dalam diri kita sendiri.

Wassalamu’alaikum wr wb
 date : 21 Feb 2004 commented by: Annisa-Haqque

Assalamualaikum wr wb

 Bersihkan Islam dari orang2 sesat macam Zuhairi, Nurcholis Madjid, Ulil Abshor, dll. Ana sarankan agar kita hati2 dari sepak terjang Paramadina yang dimotori Nurcholis , semoga Alloh memberikan hidayah kepadanya, yang mengajarkan semua agama sama. Na'udzubillahi min dzalik. Ini jelas2 merusak aqidah Islam, dan harus dilawan!! Bersihkan Islam dari firqoh sesat ini!

 Wassalamualaikum wr wb
 date : 22 Feb 2004 commented by: irfan


Demikianlah berita dan sambutan masyarakat, di antaranya yang telah tertuang dalam situs tersebut. Barangkali pihak Paramadina, JIL Utankayu, Syir’ah, LKiS Jogjakarta, P3M, sekuler, dan yang selama ini dinilai oleh masyarakat sebagai kelompok yang mengaca-acak Islam perlu menengok kembali dosa-dosanya. Sejak awal pembuatan buku Fiqih Lintas Agama sudah diingatkan oleh sesama rekan Paramadina. Di antaranya Dr Zainun Kamal (satu dari 9 tim penulis FLA Paramadina) mengatakan, jangan sampai lebih merangkul teman dari non Islam namun justru membuat musuh di kalangan Islam sendiri.

Ungkapan bijak itu perlu dijadikan renungan kembali.


[1] Majalah Gatra, edisi 14, tgl 20 Februari 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar