Sabtu, 28 April 2012

Kafir Ada Tiga Jenis


Kepercayaan inklusif dan pluralisme agama yang menyamakan semua agama, Islam disamakan dengan agama-agama lain, yang diusung oleh firqah liberal dan diberi panduan berupa buku Fiqih Lintas Agama; perlu dibantah kebatilan yang mereka usung itu di antaranya dengan mendudukkan siapa sebenarnya orang-orang kafir itu.

Kenapa harus didudukkan?

Karena buku FLA itu punya trik-trik yang mengelabui masyarakat, di antaranya:

1.      Menyamakan semua agama, Islam di samakan dengan agama-agama lain, semuanya dianggap selamat.
2.      Menganggap Ahli Kitab itu direkomendasi oleh Al-Qur’an untuk tetap mengamalkan ajaran mereka.
3.      Mengangkat Majusi sebagai Ahli Kitab.
4.      Mengangkat agama-agama selain Majusi sebagai Ahli Kitab juga.
5.      Membolehkan pernikahan antara Islam dengan wanita Ahli Kitab, artinya juga agama-agama yang telah Paramadina angkat sebagai Ahli Kitab.
6.      Membolehkan wanita Muslimah dinikahi oleh lelaki Ahli Kitab, selanjutnya juga lelaki dari agama-agama yang mereka angkat sebagai Ahli Kitab.
7.      Membolehkan Ahli Kitab dan agama-agama kafirin lainnya untuk mewaris harta Muslim.

Dari trik-trik yang Paramadina tempuh itu maka sudah tidak ada bedanya lagi antara Muslim dan kafir. Ini adalah kebatilan yang sangat nyata, dan merupakan jalan mulus proyek-proyek pemurtadan. Oleh karena itu pembahasan tentang kafir ini perlu dikemukakan.

Garis besarnya bahwa orang kafir itu ada tiga jenis

Berikut ini uraian Imam Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mughni juz 9.

Masalah “Ahli Kitab dan Majusi itu diperangi sehingga mereka masuk Islam atau memberikan jizyah dari tangan mereka dalam keadaan hina, dan diperangi pula orang-orang selainnya, yaitu orang-orang kafir, sehingga mereka masuk Islam.”

Garis besarnya bahwa orang kafir itu ada tiga jenis.

(Pertama) Kafir jenis ahli kitab yaitu Yahudi dan Nasrani dan orang-orang yang menjadikan Taurat dan Injil sebagai kitab sucinya, seperti orang Samirah (Sameria) dan orang-orang Eropa dan semacamnya. Mereka itu diterima jizyahnya apabila mereka menyerahkannya dan mereka tetap dalam agamanya. Karena Allah Ta’ala berfirman,:

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS At-Taubah: 29).

(Kedua) kafir jenis yang memiliki serupa Kitab (syubhatu kitab) yaitu Majusi, mereka itu hukumnya seperti hukum Ahli Kitab dalam hal diterimanya jizyah dari mereka dan penetapan mereka dengan jizyah itu. Karena Nabi saw bersabda,

“Perlakukanlah pada mereka seperti perlakuan terhadap Ahli Kitab.”

Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di antara ahli ilmu dalam hal dua jenis kafir ini (Ahli Kitab dan Majusi).

(Ketiga) kafir jenis yang tidak memiliki kitab dan tidak memiliki serupa Kitab, yaitu orang-orang selain dua jenis itu  (bukan Ahli Kitab dan bukan Majusi), mereka itu adalah para penyembah berhala dan orang yang menyembah apa yang dianggapnya baik, dan orang-orang kafir lainnya; maka mereka  tidak diterima jizyahnya dan tidak diterima dari mereka selain keislamannya. Inilah dhohirul madzhab (madzhab yang dhahir/ menonjol), dan itulah madzhab Syafi’i. Dan diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa jizyah diterima dari semua kafirin kecuali penyembah berhala dari Arab. Dan itulah Madzhab Abu Hanifah, karena mereka (kafirin) ditetapkan atas agama mereka dengan mau menjadi budak maka mereka (kafirin) itu ditetapkan dengan menyerahkan jizyah seperti Majusi. Dan diceritakan dari Imam Malik bahwa jizyah itu diterima dari seluruh orang kafir kecuali kafir Quraisy karena (berdasarkan) Hadits Buraidah   dan itu umum, dan karena mereka adalah orang-orang kafir maka menyerupai Majusi. 

Bagi kami (Ibnu Qudamah, ulama bermadzhab Hanbali) adalah keumuman firman Allah Ta’ala,

Perangilah orang-orang musyrikin, dan sabda Nabi saw,

Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mengucapkan “Tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah.”  

(Lalu) ada pengkhususan dari Allah dan Rasul-Nya mengenai Ahli Kitab, dengan firman Allah Ta’ala.

“… dari orang-orang yang telah diberikan kitab sehingga mereka memberikan jizyah dari tangan mereka dalam keadaan hina (QS At-Taubah: 29).  Dan (dikhususkan juga) Majusi dengan sabda Nabi saw:

perlakukanlah pada mereka seperti perlakuan terhadap Ahli Kitab.

Maka orang (kafirin) selain mereka (Ahli Kitab dan Majusi) tetap atas pengertian umum (ayat), dan karena Sahabat ra berhenti (tidak bertindak) mengambil jizyah dari orang Majusi, dan Umar tidak mengambil jizyah dari mereka sehingga Abdur Rahman bin Auf meriwayatkan kepada Umar bahwa Nabi saw bersabda, perlakukanlah pada mereka seperti perlakuan terhadap Ahli Kitab. Dan ada riwayat yang kuat di sisi mereka bahwa Nabi saw mengambil jizyah dari Majusi Hajar. Ini menunjukan bahwa mereka (sahabat) tidak menerima jizyah dari selainnya (Ahli Kitab dan Majusi).

Maka para sahabat itu ketika mereka berhenti bertindak terhadap orang yang memiliki serupa kitab (syubhatu Kitab), maka terhadap orang yang tidak menyerupai Ahli Kitab lebih utama (untuk berhenti bertindak). Kemudian pengambilan jizyah dari  Majusi adalah karena ada khabar yang mengkhususkannya. Itu menunjukkan bahwa para sahabat tidak mengambil  jizyah dari selain mereka (Ahli Kitab). Dan karena sabda Nabi saw: Perlakukanlah pada mereka seperti perlakuan terhadap Ahli Kitab,  itu menunjukkan atas kekhususan Ahli Kitab dengan menyerahkan jizyah. Karena kalau itu umum untuk seluruh kafirin maka tidak dikhususkan pada Ahli Kitab ditambah dengan Majusi itu kepada mereka. Dan karena kafirin (selain Ahli Kitab dan Majusi) itu kekafiran mereka berat, karena mereka kafir kepada Allah dan seluruh kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya, sedang mereka tidak memiliki serupa kitab; maka mereka tidak ditetapkan untuk membayar jizyah, seperti kafir Quraisy dan penyembah berhala dari Arab. Dan juga karena beratnya kekafiran mereka itu memiliki pengaruh dalam ketetapan perang, dan keadaannya tidak ditetapkan dengan jizyah, dengan dalil orang murtad (diperangi tanpa harus ada perdamaian dan bayar jizyah).

Adapun orang Majusi maka mereka memiliki syubhatu  kitab (serupa kitab). Dan syubhatu kitab itu menduduki kedudukan kitab yang sebenarnya dalam hal yang dibangun atas ihtiyat (kehati-hatian), maka diharamkan darah mereka (dilarang dibunuh) karena memiliki syubhatu kitab itu. Tetapi tidak ada ketetapan tentang halalnya wanita-wanita mereka (Majusi) dan sembelihan mereka, karena kehalalan itu tidak ditetapkan dengan syubhat..[1]

Kesimpulan:

Dari penjelasan Imam Ibnu Qudamah itu bisa disimpulkan bahwa orang kafir itu ada tiga macam:

1.      Kafir Ahli Kitab, yaitu Yahudi, Nasrani, dan orang-orang yang menjadikan Taurat dan Injil sebagai kitab sucinya seperti orang Sameria dan Eropa.

2.      Kafir yang memiliki serupa kitab (mirip Taurat atau Injil), yaitu orang Majusi.

3.      Kafir yang tidak punya kitab dan tidak punya serupa kitab, mereka adalah para penyembah berhala dan lain-lainnya.

Tiga jenis kafir itu ada hukum-hukumnya masing-masing.

1.      Kafir Ahli Kitab, diperangi sampai tunduk membayar jizyah. Sembelihan mereka halal, wanita-wanita muhshonat (yang ‘iffah/ menjaga diri) halal dinikahi. Namun laki-lakinya tetap haram menikahi wanita muslimah, karena mereka adalah kafir. Haramnya menikahi wanita muslimah itu berdasarkan Al-Qur’an Surat Al-Mumtahanah/ 60 ayat 10.

2.      Kafir Majusi, diperangi sampai tunduk dan membayar jizyah, sedang wanitanya haram dinikahi (apalagi lelakinya haram menikahi wanita muslimah), dan sembelihannya pun haram dimakan. Larangan menikah dengan mereka itu berdasarkan QS Al-Mumtahanah/ 60 ayat 10 dan Al-Baqarah ayat 221.

3.      Kafir yang bukan Ahli Kitab dan bukan Majusi, diperangi sampai mau menerima Islam (Madzhab Hanafi dan Maliki). Kafir musyrik ini sembelihannya haram dimakan, dan wanitanya haram dinikahi, serta lelakinya haram menikahi wanita muslimah. Larangan itu berdasarkan Al-Qur’an Surat Al-Baqarah/ 2 ayat 221, dan Al-Mumtahanah/ 60 ayat 10.  Mereka itu adalah orang-orang kafir musyrikin, ada yang beragama Hindu, Budha, Sinto, Animisme, Dinamisme, Kejawen yang menentang Islam, Perdukunan, penyembah kokolot, aliran-aliran kepercayaan kemusyrikan –baik local maupun nasional bahkan internasional, spiritualism, pemuja roh nenek moyang, penyembah kuburan, tepekong, patung/ berhala, Konghucu, penyembah matahari, bulan, bintang, kerbau, dan mereka yang percaya/ menyembah benda-benda keramat dan aneka kepercayan yang tidak sesuai dengan Islam, dan para penyembah hak asasi manusia.

Ketiga jenis kafir itu (Ahli Kitab, Majusi, dan musyrikin) semuanya ditegaskan akan kekal selama-lamanya di neraka jahannam dan seburuk-buruk manusia. Ini berdasarkan Al-Qur’an Surat Al-Bayyinah: 6.

Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS Al-Bayyinah: 6).

Orang-orang kafir yaitu Yahudi, Nasrani, dan musyrikin itu sebagai penghuni-penghuni neraka selama-lamanya. Itu jelas berbeda dengan orang Mukmin/ Muslim penghuni surga. Allah swt berfirman:

Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung. (QS Al-Hasyr: 20).

Kenapa ada model propaganda yang kini menyamakan antara kafirin dengan mukminin? Padahal Al-Qur’an sudah jelas membedakannya. Dan kenapa mereka berani mempropagandakan keselamatan terhadap kafirin itu? Betapa beratnya tanggung jawab mereka di akherat kelak, untuk menghadapi tuntutan keselematan dari kafirin yang tak sedikit jumlahnya itu di depan neraka. Na’udzubillahi min dzalik!


[1] Ibnu Qudamah, Al-Mughni, juz 9, halaman 173 dan 174.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar