Kepercayaan inklusif dan pluralisme agama yang
menyamakan semua agama, Islam disamakan dengan agama-agama lain, yang diusung
oleh firqah liberal dan diberi panduan berupa buku Fiqih Lintas Agama; perlu
dibantah kebatilan yang mereka usung itu di antaranya dengan mendudukkan siapa
sebenarnya orang-orang kafir itu.
Kenapa harus didudukkan?
Karena buku FLA itu punya trik-trik yang mengelabui
masyarakat, di antaranya:
1.
Menyamakan semua
agama, Islam di samakan dengan agama-agama lain, semuanya dianggap selamat.
2.
Menganggap Ahli
Kitab itu direkomendasi oleh Al-Qur’an untuk tetap mengamalkan ajaran mereka.
3.
Mengangkat Majusi
sebagai Ahli Kitab.
4.
Mengangkat
agama-agama selain Majusi sebagai Ahli Kitab juga.
5.
Membolehkan
pernikahan antara Islam dengan wanita Ahli Kitab, artinya juga agama-agama yang
telah Paramadina angkat sebagai Ahli Kitab.
6.
Membolehkan
wanita Muslimah dinikahi oleh lelaki Ahli Kitab, selanjutnya juga lelaki dari
agama-agama yang mereka angkat sebagai Ahli Kitab.
7.
Membolehkan Ahli
Kitab dan agama-agama kafirin lainnya untuk mewaris harta Muslim.
Dari trik-trik yang
Paramadina tempuh itu maka sudah tidak ada bedanya lagi antara Muslim dan
kafir. Ini adalah kebatilan yang sangat nyata, dan merupakan jalan mulus
proyek-proyek pemurtadan. Oleh karena itu pembahasan tentang kafir ini perlu
dikemukakan.
Garis besarnya bahwa orang kafir itu ada tiga jenis
Berikut ini uraian Imam Ibnu
Qudamah dalam Kitab Al-Mughni juz 9.
Masalah
“Ahli Kitab dan Majusi itu diperangi sehingga mereka masuk Islam atau
memberikan jizyah dari tangan mereka dalam keadaan hina, dan diperangi pula
orang-orang selainnya, yaitu orang-orang kafir, sehingga mereka masuk Islam.”
Garis
besarnya bahwa orang kafir itu ada tiga jenis.
(Pertama)
Kafir jenis ahli kitab yaitu Yahudi dan Nasrani dan orang-orang yang menjadikan Taurat dan Injil
sebagai kitab sucinya, seperti orang Samirah (Sameria) dan orang-orang Eropa
dan semacamnya. Mereka itu diterima jizyahnya apabila mereka menyerahkannya dan
mereka tetap dalam agamanya. Karena Allah Ta’ala berfirman,:
Perangilah orang-orang yang
tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka
tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang
diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh
sedang mereka dalam keadaan tunduk. (QS At-Taubah: 29).
(Kedua) kafir jenis yang memiliki serupa Kitab (syubhatu
kitab) yaitu Majusi, mereka itu hukumnya seperti hukum Ahli Kitab dalam hal
diterimanya jizyah dari mereka dan penetapan mereka dengan jizyah itu. Karena
Nabi saw bersabda,
“Perlakukanlah pada mereka seperti perlakuan terhadap
Ahli Kitab.”
Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di antara
ahli ilmu dalam hal dua jenis kafir ini (Ahli Kitab dan Majusi).
(Ketiga) kafir jenis yang tidak memiliki kitab dan tidak memiliki
serupa Kitab, yaitu orang-orang
selain dua jenis itu (bukan Ahli Kitab
dan bukan Majusi), mereka itu adalah para penyembah berhala dan orang yang
menyembah apa yang dianggapnya baik, dan orang-orang kafir lainnya; maka
mereka tidak diterima jizyahnya dan
tidak diterima dari mereka selain keislamannya. Inilah dhohirul madzhab (madzhab
yang dhahir/ menonjol), dan itulah madzhab Syafi’i. Dan diriwayatkan dari Imam
Ahmad bahwa jizyah diterima dari semua kafirin kecuali penyembah berhala dari
Arab. Dan itulah Madzhab Abu Hanifah, karena mereka (kafirin) ditetapkan atas
agama mereka dengan mau menjadi budak maka mereka (kafirin) itu ditetapkan
dengan menyerahkan jizyah seperti Majusi. Dan diceritakan dari Imam Malik bahwa
jizyah itu diterima dari seluruh orang kafir kecuali kafir Quraisy karena
(berdasarkan) Hadits Buraidah dan itu
umum, dan karena mereka adalah orang-orang kafir maka menyerupai Majusi.
Bagi kami (Ibnu Qudamah, ulama bermadzhab Hanbali) adalah
keumuman firman Allah Ta’ala,
Perangilah orang-orang musyrikin, dan sabda Nabi
saw,
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga
mereka mengucapkan “Tiada Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah.”
(Lalu) ada pengkhususan dari Allah dan Rasul-Nya mengenai
Ahli Kitab, dengan firman Allah Ta’ala.
“… dari orang-orang yang telah diberikan kitab sehingga
mereka memberikan jizyah dari tangan mereka dalam keadaan hina (QS
At-Taubah: 29). Dan (dikhususkan
juga) Majusi dengan sabda Nabi saw:
perlakukanlah pada mereka seperti perlakuan terhadap
Ahli Kitab.
Maka orang (kafirin) selain mereka (Ahli Kitab dan Majusi)
tetap atas pengertian umum (ayat), dan karena Sahabat ra berhenti (tidak
bertindak) mengambil jizyah dari orang Majusi, dan Umar tidak mengambil jizyah
dari mereka sehingga Abdur Rahman bin Auf meriwayatkan kepada Umar bahwa Nabi
saw bersabda, perlakukanlah pada mereka seperti perlakuan terhadap Ahli
Kitab. Dan ada riwayat yang kuat di sisi mereka bahwa Nabi saw mengambil
jizyah dari Majusi Hajar. Ini menunjukan bahwa mereka (sahabat) tidak menerima
jizyah dari selainnya (Ahli Kitab dan Majusi).
Maka
para sahabat itu ketika mereka berhenti bertindak terhadap orang yang memiliki
serupa kitab (syubhatu Kitab), maka terhadap orang yang tidak menyerupai Ahli
Kitab lebih utama (untuk berhenti bertindak). Kemudian pengambilan jizyah
dari Majusi adalah karena ada khabar
yang mengkhususkannya. Itu menunjukkan bahwa para sahabat tidak mengambil jizyah dari selain mereka (Ahli Kitab). Dan
karena sabda Nabi saw: Perlakukanlah pada mereka seperti perlakuan terhadap
Ahli Kitab, itu menunjukkan
atas kekhususan Ahli Kitab dengan menyerahkan jizyah. Karena kalau itu umum
untuk seluruh kafirin maka tidak dikhususkan pada Ahli Kitab ditambah dengan
Majusi itu kepada mereka. Dan karena kafirin (selain Ahli Kitab dan Majusi) itu
kekafiran mereka berat, karena mereka kafir kepada Allah dan seluruh kitab-kitab-Nya
dan rasul-rasul-Nya, sedang mereka tidak memiliki serupa kitab; maka mereka
tidak ditetapkan untuk membayar jizyah, seperti kafir Quraisy dan penyembah
berhala dari Arab. Dan juga karena beratnya kekafiran mereka itu memiliki
pengaruh dalam ketetapan perang, dan keadaannya tidak ditetapkan dengan jizyah,
dengan dalil orang murtad (diperangi tanpa harus ada perdamaian dan bayar
jizyah).
Adapun orang Majusi maka mereka memiliki syubhatu kitab (serupa kitab). Dan syubhatu
kitab itu menduduki kedudukan kitab yang sebenarnya dalam hal yang dibangun
atas ihtiyat (kehati-hatian), maka diharamkan darah mereka (dilarang dibunuh)
karena memiliki syubhatu kitab itu. Tetapi tidak ada ketetapan tentang
halalnya wanita-wanita mereka (Majusi) dan sembelihan mereka, karena kehalalan
itu tidak ditetapkan dengan syubhat..[1]
Kesimpulan:
Dari penjelasan Imam Ibnu Qudamah itu bisa disimpulkan
bahwa orang kafir itu ada tiga macam:
1. Kafir
Ahli Kitab, yaitu Yahudi, Nasrani, dan orang-orang yang menjadikan Taurat dan
Injil sebagai kitab sucinya seperti orang Sameria dan Eropa.
2. Kafir
yang memiliki serupa kitab (mirip Taurat atau Injil), yaitu orang Majusi.
3. Kafir
yang tidak punya kitab dan tidak punya serupa kitab, mereka adalah para
penyembah berhala dan lain-lainnya.
Tiga
jenis kafir itu ada hukum-hukumnya masing-masing.
1. Kafir
Ahli Kitab, diperangi sampai tunduk membayar jizyah. Sembelihan mereka halal,
wanita-wanita muhshonat (yang ‘iffah/ menjaga diri) halal dinikahi. Namun
laki-lakinya tetap haram menikahi wanita muslimah, karena mereka adalah kafir.
Haramnya menikahi wanita muslimah itu berdasarkan Al-Qur’an Surat
Al-Mumtahanah/ 60 ayat 10.
2. Kafir
Majusi, diperangi sampai tunduk dan membayar jizyah, sedang wanitanya haram
dinikahi (apalagi lelakinya haram menikahi wanita muslimah), dan sembelihannya
pun haram dimakan. Larangan menikah dengan mereka itu berdasarkan QS
Al-Mumtahanah/ 60 ayat 10 dan Al-Baqarah ayat 221.
3. Kafir
yang bukan Ahli Kitab dan bukan Majusi, diperangi sampai mau menerima Islam
(Madzhab Hanafi dan Maliki). Kafir musyrik ini sembelihannya haram dimakan, dan
wanitanya haram dinikahi, serta lelakinya haram menikahi wanita muslimah.
Larangan itu berdasarkan Al-Qur’an Surat Al-Baqarah/ 2 ayat 221, dan
Al-Mumtahanah/ 60 ayat 10. Mereka itu
adalah orang-orang kafir musyrikin, ada yang beragama Hindu, Budha, Sinto,
Animisme, Dinamisme, Kejawen yang menentang Islam, Perdukunan, penyembah
kokolot, aliran-aliran kepercayaan kemusyrikan –baik local maupun nasional
bahkan internasional, spiritualism, pemuja roh nenek moyang, penyembah kuburan,
tepekong, patung/ berhala, Konghucu, penyembah matahari, bulan, bintang,
kerbau, dan mereka yang percaya/ menyembah benda-benda keramat dan aneka
kepercayan yang tidak sesuai dengan Islam, dan para penyembah hak asasi
manusia.
Ketiga jenis kafir itu (Ahli Kitab, Majusi, dan musyrikin)
semuanya ditegaskan akan kekal selama-lamanya di neraka jahannam dan
seburuk-buruk manusia. Ini berdasarkan Al-Qur’an Surat Al-Bayyinah: 6.
Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang
musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu
adalah seburuk-buruk makhluk. (QS Al-Bayyinah: 6).
Orang-orang
kafir yaitu Yahudi, Nasrani, dan musyrikin itu sebagai penghuni-penghuni neraka
selama-lamanya. Itu jelas berbeda dengan orang Mukmin/ Muslim penghuni surga.
Allah swt berfirman:
Tiada sama penghuni-penghuni neraka dengan
penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang
beruntung. (QS Al-Hasyr: 20).
Kenapa ada model propaganda yang kini menyamakan antara
kafirin dengan mukminin? Padahal Al-Qur’an sudah jelas membedakannya. Dan
kenapa mereka berani mempropagandakan keselamatan terhadap kafirin itu? Betapa
beratnya tanggung jawab mereka di akherat kelak, untuk menghadapi tuntutan keselematan
dari kafirin yang tak sedikit jumlahnya itu di depan neraka. Na’udzubillahi
min dzalik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar