Rekadaya
dan rekayasa panjang yang melelahkan yang dilakukan dengan susah payah oleh
orang-orang kafir orientalis untuk merusak dan memperburuk citra Islam
sekaligus menipu umat Islam, mereka rasakan sudah sangat melelahkan. Dari abad
16 hingga menjelang akhir abad 20, mereka kerja siang malam tak henti-hentinya,
namun Islam belum bisa mereka robohkan, dan umat Islam belum bisa mereka tipu
sejadi-jadinya. Sementara itu penyerangan terhadap umat Islam lewat fisik,
senjata yang dimuntahkan dari udara dan daratan serta lautan untuk memusnahkan
umat Islam di berbagai belahan dunia ini kadang justru membuat para pengangkat senjata itu sendiri berbalik
masuk Islam. Maka pihak kafirin yang tak henti-hentinya untuk menghancurkan
umat Islam ini menemukan kembali pepatah lama, “Memotong kayu harus dengan
kayu.” Maksudnya, memotong kayu adalah pakai kapak, tetapi kapak itu tidak
efektif bila tanpa tangkai kayu. Demikian pula, untuk menghancurkan Islam dan
umat Islam tidak cukup efektif bila hanya tenaga-tenaga kafirin belaka. Mesti
perlu pakai pula tenaga-tenaga dari umat Islam. Maka dicarilah orang dari dalam
Islam itu sendiri yang kira-kira rakus dunia dan tidak begitu sayang kepada
Islamnya. Ketemulah.
Singkat cerita, bermunculanlah
orang-orang sewaan kafirin/ orientalis yang sudah diberi materi dan senjata
untuk meracuni Islam dan dibekali secukupnya untuk bertandang menghadapi Islam
dan umatnya. Ada yang sudah berlama-lama mengabdi kepada orientalis dan memang
didikan/ asuhan langsung para orientalis
di negeri-negeri kafir Barat atas nama belajar Islam di Barat. Ada juga yang
dikader oleh anak buah orientalis, jadi statusnya sebagai generasi cucu
orientalis, bukan langsung generasi anak orientalis. Bahkan ada pendatang baru
yang baru kemarin sore, namun kadang lebih lantang dibanding anak dan cucu
orientalis itu sendiri. Mereka maju bersama dengan senjata, materi, bekal dan
sangu untuk bertandang sesuai apa yang pernah dilakukan para orientalis atau
sesuai perintah kafirin yang membekalinya.
“Dododdeet… dombreng….! Deng
gedombreng…., deng gedombreng…., deng gedombreng, breng, breng!!!” Genderang
pun dimainkan oleh para anak cucu orientalis namun berbaju Islam ini, mereka
tabuh beramai-ramai bertalu-talu. Riuh rendah. Ramai banget. Lalu ada yang maju
ke panggung dengan ucapan-ucapan enehnya. Disusul oleh yang lain dengan
celoteh-celoteh model orientalis tapi tidak diakui bahwa itu dari kafirin
orientalis. Ada yang tak segan-segan menyakiti hati umat Islam. Ada yang dengan
gagahnya tampil dengan berteriak siap mengganjal syari’at Islam. Langkahi mayit
saya dulu kalau mau menegakkan syari’at Islam. Itu konon di negara tetangga ada
yang sampai seperti itu perkataannya. Masyarakat Islam ribut, bingung, dan
campur heran.
Para pemain pesanan ini kemudian
berkumpul, kongkow-kongkow. Mengevaluasi tingkah polah dan permainan yang telah
mereka lakukan. Sesuai pesanan atau tidak. Efektif atau tidak. Peningkatannnya
harus dengan jalan apa.
Di tengah-tengah orang ramai yang lagi
sedang-sedangnya tercengang karena ada permainan pesanan yang aneh-aneh itu
tiba-tiba ada pemain pesanan (yakni Ulil Abshar Abdalla, kordinator JIL
–Jaringan Islam Liberal) yang teriak sekencang-kencangnya, melebihi batas.
“Saya tidak percaya adanya hukum Tuhan!”
Pemain yang satu ini pilih berteriak lewat Koran Katolik, Kompas,
di Jakarta, 18 Nopember 2002, karena dipandang sebagai koran terbesar di
Indonesia. Dan tentu saja karena sudah
dimaklumi bahwa itu sama-sama kepentingan orang kafir, maka bagai tumbu (wadah)
mendapatkan tutup alias klop. Ributlah di masyarakat. Pemain pesanan yang
teriaknya melampaui batas kewajaran itu lalu diancam mati orang. Takutlah dia,
hingga minta perlindungan ke mana-mana. Bukan hanya dia yang ketakutan. Namun
para pemain pesanan lainnya pun demikian. Mereka resah. Hingga untuk sementara
waktu mereka tidak berteriak-teriak dulu, cukup menyuara soal pembelaan
terhadap pemain pesanan yang sedang terancam itu. Setelah kira-kira reda,
barulah nanti main lontar-lontaran yang aneh-aneh lagi. Ternyata pemain yang
terancam itu selamat. Maka mereka mulai bertandang lagi bahkan secara
ramai-ramai, lebih dikompakkan lagi.
Bila digambarkan sebagai drama, maka
ibaratnya para pemain pesanan itu kemudian kumpul-kumpul membicarakan apa yang
akan dimainkan dan lebih dahsyat lagi. Perkenankanlah kami menggambarkannya
secara dramatis, agar lebih mudah dicerna. Kira-kira saja sebagai berikut.
“Rekan kita yang tadinya terancam,
toh akhirnya selamat, tidak apa-apa. Jadi kondisi dan situasi sebenarnya sudah
kondusif bagi kita untuk bermain sesuai pesanan.” Ucap seorang pemain pesanan
dalam rapat terbatas tentang rancangan permainan, dengan mengelus-elus dagunya
yang tanpa jenggot, karena kelompok liberal ini anti jenggot dan anti orang yang
berjenggot.
“Kalau memang kenyataannya sudah
kondusif, kenapa kita tidak bersuara secara bersama-sama? Selama ini kan kita
hanya bersuara sendiri-sendiri. Tampaknya akan lebih efektif kalau kita
menyuara itu bareng-bareng,” ucap pemain pesanan yang sejak tadi sering
membetulkan letak kacamatanya, yang biasanya hanya bekerja di belakang meja dan
mejanya rapat dengan meja pekerja perempuan, karena orang model liberal begini
tidak mempermasalahkan tentang ikhtilath (campur aduk) laki perempuan.
Dari rapat itu maka ditentukan rapat
berikutnya untuk membagi tugas dan merancang apa yang akan mereka mainkan lebih
lanjut. Dalam rapat berikutnya, diputuskanlah bahwa mereka sudah harus
mengejawantahkan alias menjabarkan hal-hal yang praktis dari keyakinan mereka
yang bernama pluralisme agama, menyamakan dan menyejajarkan semua agama itu.
Mereka memutuskan bahwa perlu panduan
praktis untuk pengamalan akidah pluralis itu, yaitu harus ada fiqih pluralis.
Dibuatlah fiqih pluralis, dengan nama Fiqih Lintasa Agama, ditulis 9 orang, tim
penulis Paramadina.
Ada yang bagian menulis bahwa semua
agama itu sama. Ada yang bagian menjelaskan bahwa Ahli Kitab itu bukan hanya
Yahudi dan Nasrani. Lalu ada yang melanjutkan bahwa menikahi wanita Ahli Kitab
itu boleh, maka menikahi wanita selain Yahudi dan Nasrani juga boleh, karena
Ahli Kitab bukan hanya Yahudi Nasrani. Dan Paramadina telah
menyelenggarakannya, di antaranya menikahkan lelaki Muslim dengan wanita
Konghucu, pertengahan tahun 2003. Setelah itu ada yang bagian menulis bahwa
menikah dengan lelaki Ahli Kitab juga boleh. Lalu diperluas lagi, selain Ahli
Kitab juga boleh. Bahkan sampai ditegaskan bahwa menikah dengan orang dari
agama dan aliran kepercayaan apapun ya boleh.
Di situlah puncak penghujatan dan
pembatalan hukum Allah swt.
“Okey, saudara-saudara?” ucap orang
yang berkacamata, tampak sudah puas dengan rancangan itu, ketika rapat di satu
tempat yang cukup memadai di Jakarta, ketika draf-draf buku Fiqih Lintas Agama
sudah mau dimasukkan ke percetakan.
“Okey ya okey. Tapi itu bagian yang
depan dari naskah calon buku ini, kenapa hanya dalil-dalil yang pro pluralisme
dan tidak menampilkan dalil-dalil yang sebaliknya. Apakah itu nanti tidak malah
kita ini terlalu merangkul teman dari agama lain, namun justru mencari musuh
dari kalangan Islam sendiri?” ucap seorang yang termasuk penulis FLA (dialog
ini meskipun pakai tanda kutip, namun ini hanya untuk mempermudah pemahaman.
Sekali lagi, ini dramatisasi untuk mempermudah belaka. Tetapi juga bukan
berarti ini bohong-bohongan).
Benar. Dikeluarkanlah buku Fiqih
Lintas Agama yang diterbitkan oleh Paramadina Jakarta, bekerjasama dengan The
Asia Foundation, satu yayasan berpusat di Amerika, dan duitnya dari orang
Amerika.
Isi buku itulah yang kini disoroti
dalam buku yang kami tulis ini, di samping
lontaran-lontaran “liar” yang telah mereka mainkan di mana-mana. Tidak
lain hanyalah materi pesanan yang dimainkan oleh para pemain pesanan. Apakah
kita mau mempercayai mereka?
Allah swt telah memperingatkan
dengan tegas:
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah
Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab),
kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh
syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan
(derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika
kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir. (QS Al-A’raf: 175-176).
Dalam catatan kaki Mukhtashar (ringkasan) Tafsir
At-Thabari disebutkan: Dulu ada lelaki (tokoh) di kalangan Bani Israil
bernama Bal’am bin Ba’ura’ yang telah diberi ilmu dan hikmah oleh Allah
SWT, lalu ia cenderung kepada dunia dan ingin terus menerus menikmatinya. Ia menjual
agamanya untuk harta dunia yang sedikit. Bal’am itu lah suatu perumpamaan (matsal)
bagi ulama’ suu’ (jahat) yang membuat tipuan dunia dengan (menjual)
agama, berjalan bersama orang-orang pemerintah (para pejabat) dengan rayuan/
sanjungan yang licin menggelincirkan. Maka betapa buruknya nasib akhir mereka,
dan betapa buruknya keadaan mereka ketika Al-Qur’an menggambarkan mereka dengan
bentuk anjing yang melet-melet, menjulurkan lidahnya: “maka perumpamaannya
seperti anjing.....”!![1]
Perumpamaan itu dalam ilmu balaghah (sastra Arab) disebut Tasybih
Tamtsili, yaitu perumpamaan dalam hal puncak kehina dinaan. Perumpamaan
orang yang meninggalkan agamanya untuk tujuan dunianya, dan merelakan hancurnya
keni’matan abadi (di akherat) demi meraih kehidupan fana’ (di dunia sementara)
ini adalah seperti anjing yang melet-melet. Ia tetap akan melet-melet,
baik itu kamu usir atau kamu biarkan, dia keadaannya tetap begitu (melet-melet),
karena hal itu sudah tabiatnya. Perumpamaan ini jelas cantik dan nyata-nyata
membuat tak berdayanya lawan.[2]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya, Tafsir
Al-Qayyim, mengulas ayat-ayat tersebut sebagai berikut:
Orang yang diberi Al-Kitab oleh Allah dan yang diberi-Nya
ilmu, padahal orang lain tidak diberi-Nya, namun dia tidak mau mengamalkannya
dan lebih suka mengikuti hawa nafsunya, lebih suka memilih kemurkaan Allah
daripada ridha-Nya, lebih menyukai dunianya daripada akhiratnya, lebih menyukai
makhluk daripada Khaliq, diserupakan Allah dengan anjing, binatang yang paling
hina dan rendah,yang ambisinya tidak lebih sekedar urusan perut. yang paling
lahap dan rakus. Di antara gambaran kerakusannya, dia tidak berjalan melainkan
merunduk ke tanah sambil mengendus-endus untuk mengumbar kerakusan dan
kelahapannya. Bahkan anus (bol)nya sendiri diendus-endus, sementara bagian
tubuh yang lain tidak diendusnya. Jika engkau melemparkan sekepal batu di
dekatnya, maka dia akan menghampirinya, karena kerakusannya yang kelewat batas.
Dia adalah binatang yang paling hina dan paling patut untuk dihinakan. Dia
adalah binatang yang paling suka dengan hal-hal yang hina, kotor dan busuk.
Barang-barang ini lebih dia sukai daripada daging yang segar. Makanan yang
kotor lebih dia sukai daripada manisan yang bersih. Jika ada satu bangkai, maka
itu cukup untuk seratus anjing. Tak seekor anjing yang ketinggalan mencicipi
bagian dari bangkai itu. Jika sudah mendapatkan sebagian, maka dia akan
mendekap dan menguasainya, sekedar gambaran tentang kerakusan, kekikiran dan
kelahapannya.
Yang lebih mengherankan lagi tentang kerakusannya, bahwa
jika ia melihat sesuatu yang sudah usang dan kain yang kotor, maka dia pun
mengonggong sambil mengeluarkan taringnya untuk mengigitnya, lalu dia
menghampirinya, seakan-akan dia menghampirinya, seakan-akan dia menggambarkan
bahwa kain yang kotor itu hendak menjadi sekutu baginya dan menantang
kekuatannya. Tapi jika dia melihat bentuk yang baik dan kain yang bersih, maka
dia meletakkan moncongnya ke tanah, tunduk di hadapannya dan tidak berani
mengangkat kepala.
Orang yang lebih mementingkan dunia daripada Allah dan
akhirat, padahal ilmu sudah banyak diberikan Allah kepadanya, diserupakan
dengan anjing saat menjulurkan lidahnya,
merupakan rahasia yang sangat mengagumkan. Keadaan yang disebut Allah
ini, merupakan gambaran keberpalingannya dari ayat-ayat-Nya dan tindakannya
yang mengikuti hawa nafsu. Itu terjadi hanya karena keinginan yang besar dan
kerakusannya kepada dunia, karena hatinya terputus dari Allah dan hari akhirat.
Dia rakus pada dunia seperti kerakusan anjing yang tak pernah putus, saat dia
dalam keadaan terguncang atau saat dibiarkan. Al-Lahfu wa al-lahtsu
(kerakusan dan menjulurkan lidah) merupakan pasangan kembar dan mirip dalam
lafadz dan maknanya.
Menurut Ibnu Juraij, anjing tidak memiliki qalbu dan
perasaan. Jika engkau menghalaunya, maka dia menjulurkan lidah, dan jika engkau
membiarkannya dia juga menjulurkan lidahnya. Dia seperti orang yang
meninggalkan petunjuk, yang tidak memiliki qalbu, karena qalbunya terputus.
Apapun keadaannya, anjing adalah binatang yang paling
rakus, selalu menjulurkan lidah ketika dalam keadaan berdiri, duduk, berjalan,
dan diam. Hal ini merupakan gambaran tentang kerakusannya yang selalu bergolak
dalam qalbunya, mengharuskan dia untuk selalu menjulurkan lidah.
Begitulah perumpamaan tentang kerakusan yang tak terbendung
dan syahwat yang selalu menghangat di dalam hatinya, yang mengharuskan dia
selalu menjulurkan lidah. Jika engkau menghardiknya dengan peringatan dan
nasihat, maka dia menjulurkan lidah. Jika engkau membiarkannya, diapun tetap
menjulurkan lidah.
Menurut Mujahid, begitulah perumpamaan orang yang diberi
Al-Kitab, namun dia tidak mengamalkannya. Menurut Ibnu Abbas, jika engkau
membebankan al-hikmah kepadanya, maka dia tidak mau memikulnya, dan jika engkau
membiarkannya, maka dia tidak tertuntun kepada kebaikan. Keadaan ini mirip
dengan anjing. Jika dia disodori makanan, dia menjulurkan lidah, dan jika
diusir, diapun menjulurkan lidah.
Menurut Al-Hasan (Al-Basri), itu adalah gambaran orang
munafik yang tidak memiliki keteguhan hati pada kebenaran, baik dia diseru
maupun tidak diseru, diberi peringatan maupun tidak diberi peringatan, seperti
anjing yang menjulurkan lidah ketika dia diusir atau ketika dibiarkan.[3]
Gejala menjual agama demi kepentingan dunia kini sangat
mencolok mata dan secara ramai-ramai, tanpa malu-malu lagi. Walaupun sudah ada
peringatan nyata dari ayat Allah, yang kisahnya adalah Bal’am bin Ba’uro’
seorang ulama yang mengikuti hawa nafsu pejabat untuk mendo’akan buruk terhadap
Nabi Musa as, sehingga akhirnya lidah Bal’am menjulur keluar dan tak dapat ditarik lagi --akibat
menjual agama demi dunia itu-- namun sebagian orang tidak memperdulikan peringatan
itu.
Mudah-mudahan umat Islam terhindar dari tingkah sangat
buruk yang amat berbahaya dan telah dikecam langsung oleh Allah swt itu. Hanya
Allah lah tempat kita berlindung dan meminta pertolongan. Jauhkanlah kami ya
Allah dari segala keburukan, yang lahir maupun yang batin. Amien. Tiada daya
dan upaya untuk menghindari aneka keburukan yang mereka sebar-sebarkan itu
kecuali dengan pertolongan-Mu, ya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar