Alhamdulillahi
Rabbil ‘alamien.
Shalawat dan salam semoga tetap Allah curahkan atas Nabi
Muhammad, keluarganya, para sahabatnya, tabi’in, tabi’it tabi’in dan para
pengikutnya yang setia dengan baik sampai akhir zaman.
Amma ba’du. Buku ini kami
tulis berdua, dengan judul “Menangkal Bahaya JIL dan FLA”. Isinya
berupa bantahan terhadap lontaran-lontaran aneh yang menyesatkan dari
orang-orang firqah liberal (JIL; Jaringan Islam Liberal, Paramadina
–yayasan bentukan Nurcholish Madjid cs kini dipimpin Azzumardi Azra rektor UIN/
Universitas Islam Negeri Jakarta, sebagian orang NU –Nahdlatul Ulama, sebagian
orang Muhammadiyah, sebagian orang IAIN –Institut Agama Islam Negeri, dan
lain-lain. Juga bantahan terhadap isi buku “Fikih Lintas Agama” yang
ditulis oleh tim sembilan penulis Paramadina di Jakarta bekerjasama dengan
yayasan orang kafir, The Asia Foundation yang berpusat di Amerika.
Tim penulis paramadina sembilan
orang itu adalah; Nurcholish Madjid, Kautsar Azhari Noer, Komarudin Hidayat,
Masdar F. Mas’udi, Zainun Kamal, Zuhairi Misrawi, Budhy Munawar-Rahman, Ahmad
Gaus AF dan Mun’im A. Sirry. Mereka menulis buku yang judul lengkapnya;
“Fikih Lintas Agama Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis”. Cetakan: I,
September 2003.
Mereka itu secara terang-terangan mengusung keyakinan
inklusif pluralis alias menyamakan semua agama, dan secara blak-blakan memang
mereka sengaja membuka jati diri mereka bahwa meskipun mengaku Islam namun juga
mengakui bahwa aqidah mereka berbeda.
Kalau mereka meyakini aqidah yang
berbeda itu tanpa menyelewengkan pengertian ayat-ayat Al-Qur’an, As-Sunnah
(Hadits Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam), menghujat ulama,
memelintir perkataan ulama, meninggikan tokoh-tokoh non Islam bahkan anti
agama, dan menggiring umat ke filsafat yang tak punya landasan itu serta hanya
untuk mereka ‘nikmati’ sendiri bukan dipropagandakan; maka urusannya masih
sebatas urusan mereka. Urusan orang-orang
tertentu dan terbatas yang lokasi kumpulnya di sekitar Ciputat, Pondok Indah,
dan Utan Kayu Jakarta. Namun “aqidah
yang berbeda” itu mereka pasarkan dengan cara-cara menyelewengkan pengertian
ayat-ayat Al-Qur’an, As-Sunnah, menghujat ulama, memelintir perkataan ulama,
meninggikan kedudukan dan suara serta tingkah tokoh-tokoh kafir bahkan sangat
anti agama, mengekspose penyelewengan sebagian tokoh dijadikan sample/ contoh
untuk dicarikan jalan keluarnya berupa penghalalannya, dan menggiring umat Islam
untuk tidak meyakini Islam secara semestinya.
“Aqidah yang berbeda” itu memerlukan
“Fikih yang berbeda” pula. Mereka sendiri yang menyatakan itu, bahwa yang
aqidahnya eksklusif maka Fikihnya eksklusif pula, sedang mereka (kaum liberal)
yang aqidahnya inklusif pluralis alias menyamakan semua agama, maka memerlukan
Fikih pluraris pula. Mereka buatlah ramai-ramai (9 orang) sebuah buku setebal
274 halaman dengan judul “Fikih Lintas Agama”.
Sesuai dengan sifatnya ‘yang
berbeda’, maka Fikih Lintas Agama itu pun berbeda dengan fikih hasil
ijtihad para ulama. Di antara perbedaannya bisa disimplifikasikan/
disederhanakan sebagai berikut:
- Dibiayai oleh lembaga orang kafir dan duit lembaga pendana itu dari orang kafir.
- Ditulis oleh orang-orang yang latar belakang keilmuannya bukan ilmu fikih, namun rata-rata menggeluti filsafat atau perbandingan agama, atau tasawuf, atau ilmu kalam (bukan ilmu Tauhid). Kalau toh tadinya belajar ilmu fikih di Fakultas Syari’ah seperti Masdar F Mas’udi (salah satu dari 9 orang tim Penulis FLA Paramadina) pada perjalanan terkininya bukan lagi menekuni studi jurusan Fikih tetapi filsafat.
- Cara ber-istidlal (mengambil dalil untuk menyimpulkan hukum) tidak ada konsistensi, sehingga antagonistis, bertabrakan satu sama lain.
- Tidak jujur.
- Memperlakukan ayat-ayat Al-Qur’an semau mereka.
- Pendapat yang sangat lemah pun dijadikan hujjah, lalu disimpulkan satu ketentuan, dan ketentuan yang berdasarkan pendapat sangat lemah itu kemudian untuk menghukumi secara keseluruhan. Akibatnya, hukum dibalik-balik, yang haram jadi halal.
- Pembolak-balikan itu untuk mempropagandakan “aqidah dan Fikih yang berbeda” yaitu di antaranya:
- Ulama diposisikan sebagai orang durjana
- Orang kafir naik kedudukannya hingga suaranya bisa dijadikan hujjah untuk membantah ulama, bahkan bisa-bisa untuk membantah hadits bahkan naik lagi bisa untuk membantah ayat Al-Qur’an.
- Orang kafir berhak nikah dengan Muslim dan Muslimat.
- Orang kafir berhak mendapatkan waris dari orang Muslim.
- Orang Muslim tidak boleh menegakkan syari’at Islam dalam kehidupan siyasah.
- Orang Muslim dalam kehidupannya hanya boleh diatur pakai selain syari’at Islam.
- Muslim dan kafir sama, namun jangan bawa-bawa agama untuk mengatur hidup ini. Ini artinya, aturan dari orang kafir harus dipakai, sedang aturan dari Allah tak boleh dipakai.
Itulah “aqidah yang berbeda” maka memerlukan “Fikih yang
berbeda” pula. Dan itulah Fikih yang pembuatan dan penerbitannya dibiayai oleh
orang kafir.
Propaganda
kepentingan kafirin namun lewat jalur ilmu Islam praktis yakni Fikih inilah
sebenarnya persoalan dalam pembicaraan ini. Namun kalau hanya dikemukakan bahwa
itu upaya mengusung kepentingan orang kafir, lalu tidak disertai bukti-bukti
hujjah yang nyata, maka persoalannya bisa mereka balikkan. Bahkan
membalikkannya pun bisa pakai ayat atau hadits dengan disesuaikan dengan
kepentingan mereka. Lalu khalayak ramai, kafirin plus sebagian umat Islam yang
hatinya ada penyakitnya, bisa-bisa serta merta memberondongkan serangan yang
menyakitkan, bukan sekadar kepada orang yang mengecam Paramadina namun bisa
jadi terhadap Islam itu sendiri.
Oleh karena itu saya mengajak
seorang Ustadz Agus Hasan Bashori Lc, Mag,
yang bermukim di Malang Jawa Timur, untuk menulis bantahan terhadap buku
Fikih Lintas Agama itu.
Berhubung
yang mengusung aqidah rusak berupa paham pluralisme agama, menyamakan Islam
dengan agama-agama lain, itu bukan hanya tim 9 penulis FLA Paramadina, maka pemikiran,
lontaran-lontaran, dan beberapa hal yang berkaitan dengan penyebaran paham
pluralisme agama pun saya uraikan. Sehingga diharapkan buku ini akan bisa
menguak sepak terjang mereka serta pola pikir dan kelicikan mereka.
Untuk lebih memudahkan pertanggungjawabannya, maka buku ini
di bagian pertama adalah tulisan saya, sedang bagian kedua tulisan Ustadz Hasan
Bashori. Adapun kalau pembahasannya ada yang sama, berarti masing-masing
menganggap masalah itu penting untuk disoroti. Namun apabila ada masalah yang
sebenarnya penting tetapi ternyata kami berdua sama-sama tidak membahasnya, itu
kemungkinan saling tidak mau melangkahi satu sama lain, tahu-tahu sama-sama
tidak melangkah.
Kami menyadari, yang kami bantah itu adalah buku yang
mereka tulis ramai-ramai 9 orang, yang sebelum dibukukan pun diseminarkan di
pergedungan dengan mengundang atau didatangi pers. Entah kumpulan tulisan para
penulis itu pesanan atau ‘pengajuan’ (untuk cari dana ke orang kafir), wallahua’lam,
tetapi Zuhairi Misrawi mengemukakan bahwa kerja mereka siang malam untuk
mewujudkan buku FLA itu. Sementara itu kami berdua untuk membantah buku FLA itu
tidak pakai kumpul-kumpul apalagi mengumpulkan orang untuk seminar membahas
tulisan yang akan dibukukan. Kami berdua (saya di Jakarta, Ustadz Hasan Bashori
di Malang Jawa Timur) hanya bertemu 3 kali dan bukan urusan untuk membicarakan
tentang tulisan ini tetapi sama-sama menghadiri pertemuan yang diadakan orang
di Puncak Bogor Jawa Barat dan Jakarta. Lalu saya katakan, tulislah apa yang Antum
(Anda) mau, dan saya juga akan tulis semau saya.
Ketika beredar buku saya berjudul “Mengkritisi
Debat Fikih Lintas Agama”, Maret 2004, ada pertanyaan dari Ustadz Hasan
Bashori lewat SMS, “Antum sudah menerbitkan buku, jadi tulisan saya sama
siapa nanti?” Saya jawab, “Ya sama saya, kan buku “Mengkritisi Debat Fikih Lintas Agama”
itu baru manasi saja.”
Alhamdulillah, Allah
memberikan kesempatan dan kesanggupan, sehingga bicara-bicara antara kami
berdua ketika ketemu itu kemudian bisa terwujud tulisan untuk membantah para
‘jagoan’ liberal tua dan muda (yang tua seperti Nurcholish Madjid sudah 64
tahun, yang muda seperti Zuhairi Misrawi bujangan umur 29-an tahun).
Kami sangat berterimakasih kepada
berbagai pihak yang secara langsung atau tidak langsung memberikan semangat
kepada kami untuk mewujudkan buku ini. Kunjungan rombongan kiai dan ustadz yang
menyempatkan untuk bertemu kami dan mengemukakan keprihatinan mereka atas makin
menjadi-jadinya kenekadan kelompok liberal dengan menerbitkan buku nyleneh
di antaranya “Fikih Lintas Agama”, merupakan dorongan tersendiri yang
seakan meletakkan beban di pundak kami untuk memikulnya. Sehingga dunia terasa
sempit ketika tulisan ini belum jadi. Bukan lantaran kami punya hutang budi,
jasa, atau harta kepada orang kuat, lembaga kuat, kelembagaan ataupun
perorangan, sehingga harus menanggapi buku FLA. Namun keresahan dan
keprihatinan para da’i, para ustadz, para pengelola santri, mahasiswa, dan
masyarakat atas meruyaknya penyesatan di mana-mana yang sistematis dan
terprogram rapi itulah yang mengetuk hati kami untuk menyusun buku ini.
Mudah-mudahan sumbangan dorongan itu
akan mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Berhubung buku ini disusun dengan
proses seperti yang telah saya uraikan itu, maka saran dan kritik yang
membangun dari pembaca budiman senantiasa kami nantikan.
Hanya kepada Allah-lah kami menyembah, dan
hanya kepada Allah pula kami minta pertolongan. Semoga buku ini bermanfaat bagi
umat Islam dan terutama bagi kami, keluarga dan sanak kerabat Muslimin
Muslimat. Amin.
Jakarta,
Selasa, 14 Rabi’ul Awwal 1425H / 4 Mei 2004
(Hartono
Ahmad Jaiz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar